Aku tuh pernah ikut parade tentang menyembuhkan inner child gitu. Di sana, aku mengenal jenis-jenis emosi manusia yang membuatku belajar mengenal diri. Yuk kita bahas pelan-pelan, Geng! Biar otaknya nggak ngebul-ngebul banget, meski kita masuk dalam Geng Otak Ngebul.
Coba deh kutanya kalian dulu! Pernah nggak sih kalian merasa hidup kayak roller coaster?
Pagi-pagi, semangat masih ngegas. Siangnya, kalian udah bete gara-gara kerjaan numpuk. Ya, elah. Malamnya, kalian malah mellow karena scroll medsos liat mantan nikah duluan.
Nah, itu semua nggak lain adalah bentuk-bentuk emosi. Masalahnya, sering kali kita cuma menjalani tanpa benar-benar mengerti.
Kita marah, tapi nggak tahu kenapa. Kita seneng, tapi nggak sadar apa yang bikin hati kita berbunga.
Padahal, menurut artikel Aku Cerdas Mengelola Emosi, kunci hidup yang lebih sehat dan bahagia itu ada di cara kita mengenali dan mengelola emosi.
Jadi, Apa Itu Emosi?
Emosi itu kayak “bahasa rahasia” tubuh. Ia muncul otomatis sebagai respons terhadap sesuatu yang kita alami. Bisa bikin deg-degan, bikin senyum sendiri, atau malah bikin meledak kayak petasan.
Yang sering bikin salah paham adalah kita nganggep emosi tuh sama dengan negatif. Padahal enggak gitu juga kali. Emosi itu netral. Yang bikin dia terasa baik atau buruk ya cara kita merespons.
Marah bisa jadi toxic, tapi marah juga bisa bikin kita tegas kalau bisa mengelolanya. Sedih bisa bikin down, tapi juga bisa bikin kita lebih peka sama orang lain. Semacam itulah.
Fungsi Emosi dalam Kehidupan Sehari-hari
Kalau emosi cuma bikin hati naik-turun, mungkin kita udah lama uninstall fitur ini dari diri kita. Tapi kenyataannya, emosi itu punya peran yang sangat penting, antara lain:
- Sebagai alarm. Contohnya, takut bikin kita waspada.
- Sebagai bahasa. Misalnya, senyum bisa lebih jujur daripada ribuan kata.
- Menjadi bahan bakar. Kayak, semangat dan gembira bisa dorong kita jadi produktif.
- Menjadi cermin diri. Emosi mampu menunjukkan apa yang sebenarnya penting buat kita.
Kalau kalian mungkin punya fungsi emosi lain yang belum kusebutin, kalian bisa lho menyebutkannya di kolom komentar, Geng! Sehingga, artikel ini akan kuperbaiki secara berkala dari diskusi kita di sana sampai menjadi artikel pengembangan diri yang informatif.
Jenis-Jenis Emosi Manusia
Supaya lebih mudah, yuk kita bahas 6 emosi yang paling sering muncul dalam keseharian. Dengan memahami ini, kita bisa lebih peka terhadap diri sendiri dan orang lain.
1. Marah

Marah adalah emosi intens yang muncul ketika kita merasa diperlakukan nggak adil atau ada batas kita yang dilanggar. Contohnya, waktu ada orang nyelonong antrean di bank. Rasanya panas di dada, pengen langsung ngomel ‘kan?
Tapi penting untuk kita ingat bahwa marah itu beda dengan agresi.
- Marah adalah emosi yang wajar, bisa dirasakan semua orang.
- Agresi adalah perilaku yang sengaja dilakukan untuk menyakiti orang lain atau merusak barang.
Kadang, marah justru berguna karena bikin kita berani membela diri dan menegakkan keadilan. Tapi, marah bisa jadi masalah kalau intensitasnya terlalu besar, terlalu sering muncul, atau diekspresikan dengan cara yang salah. Misalnya, kehilangan kendali lalu ngomong atau melakukan hal-hal yang nggak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Menurut Cohen (2020), ketika kita marah, ada proses kimiawi di otak yang ikut terlibat. Bagian otak bernama amygdala langsung aktif kalau ada situasi yang terasa mengancam atau nggak sesuai keinginan kita.
Setelah itu, kelenjar adrenal melepas adrenalin dan tubuh memproduksi lebih banyak testosteron. Hasilnya? Intensitas marah makin naik, jantung berdetak lebih cepat, dan kita cenderung lebih reaktif.
Makanya, marah itu sebenarnya natural, tapi butuh cara sehat untuk menyalurkannya. Bukan kita tekan sampai meledak, bukan juga kita lampiaskan sembarangan, tapi kita kelola supaya energi marah bisa terpakai untuk sesuatu yang lebih konstruktif.
2. Takut
Takut adalah salah satu dari jenis-jenis emosi manusia dasar yang jadi bagian dari mekanisme bertahan hidup kita.
Bayangin nih ya! Seandainya nenek moyang kita nggak punya rasa takut, mungkin mereka bakal cuek aja jalan-jalan ke hutan tanpa peduli ada harimau di balik semak.
Jadi, rasa takut itu sebenarnya alarm alami supaya kita lebih waspada. Terus rasa takut biasanya muncul bersama reaksi tubuh dan pikiran, kayak wajah jadi tegang, jantung berdebar kencang, keringat dingin, bahkan pikiran dipenuhi rasa cemas.
Contoh gampangnya gini, kalian mungkin akan deg-degan menjelang presentasi di depan atasan. Bikin panik, iya. Tapi di sisi lain, rasa takut itu bisa bikin kalian lebih fokus, lebih hati-hati, dan siap menghadapi situasi menantang.
Nah, sama kayak emosi lain, takut itu sifatnya sementara. Begitu ancaman atau pemicunya hilang, biasanya rasa takut pun mereda. Tapi jadi nggak sehat kalau ketakutan itu muncul terlalu sering tanpa alasan jelas, bertahan lama, atau sampai mengganggu aktivitas sehari-hari.
Dalam kasus tertentu, ketakutan berlebihan bisa jadi tanda gangguan mental, misalnya fobia, PTSD (stres pascatrauma), atau gangguan kecemasan.
Dengan kata lain, kalau rasa takut kalian tuh sampai bikin kualitas hidup drop, itu pertanda kalian perlu cari bantuan profesional. Jangan abaikan ya, Geng!
3. Gembira

Kalau marah dan takut tadi bikin energi terkuras, gembira justru kebalikannya.
Secara harfiah, gembira punya arti yang mirip dengan bahagia. Bedanya, rasa gembira biasanya datang dalam momen singkat dan spesial.
Misalnya waktu pertama kali lihat senyum bayi yang baru lahir, liburan ke tempat impian, atau sekadar makan malam bareng orang yang kita sayangi.
Rasa gembira menandakan kalau kita sedang nyaman dengan sebuah pengalaman. Itu sebabnya gembira sering terasa ringan, penuh senyum, dan bikin hati hangat.
Menariknya lagi, gembira ini bisa menular. Coba deh perhatiin! Kalau ada satu orang ketawa lepas, biasanya orang lain ikut terbawa suasana.
Tapi, justru karena sifatnya singkat, gembira itu kayak percikan kecil yang bisa jadi bahan bakar kebahagiaan.
Jadi jangan remehkan momen-momen sederhana yang bikin gembira ya, karena dari situlah rasa bahagia yang lebih besar bisa tumbuh.
4. Merasa Bersemangat
Pernah nggak sih kamu ngerasa kayak ada “api kecil” yang menyala dalam diri? Nah, itu tandanya kamu lagi bersemangat. Emosi ini biasanya muncul ketika kita punya sesuatu yang kita tunggu-tunggu atau kerjakan dengan penuh antusias.
Misalnya mau berangkat ke konser idola, mulai bisnis kecil-kecilan, atau sekadar nyobain hobi baru yang bikin penasaran.
Kalau gembira tadi sifatnya singkat, semangat ini sering jadi bahan bakar jangka panjang. Ia bikin kita tahan begadang demi menyelesaikan tugas, rela bangun pagi-pagi buta buat olahraga, atau nggak nyerah meski ditolak berkali-kali.
Tapi jangan salah ya! Semangat juga bisa naik-turun. Kadang kita merasa on fire, kadang justru drop dan kehilangan motivasi. Wajar banget kok.
Yang penting, kita belajar mengatur ritme semangat biar nggak langsung padam saat ada hambatan. Anggap aja semangat itu kayak baterai. Harus sering diisi ulang dengan istirahat, apresiasi kecil, atau bahkan sekadar ngobrol sama orang yang bikin hati lega.
Karena pada akhirnya, semangat adalah salah satu emosi yang bikin kita bergerak maju, bukti kalau kita masih punya tujuan dan sesuatu yang layak diperjuangkan.
5. Merasa Damai
Ada momen tertentu di hidup pas kita merasa tenang, adem, kayak nggak ada yang perlu kita kejar atau lawan. Itulah saat kita berada dalam emosi damai, Geng.
Level ini sering digambarkan berada di atas acceptance, alias penerimaan. Kalau sudah sampai sini, biasanya kita lebih bijaksana dalam bersikap.
Orang yang berada dalam kondisi damai seringkali bisa mengambil keputusan dengan kepala dingin. Pilihannya nggak cuma menguntungkan dirinya, tapi juga menjaga keharmonisan lingkungan sekitar.
Bayangin aja kayak seseorang yang lebih memilih menyelesaikan masalah lewat dialog tenang, bukan dengan teriak-teriak atau drama.
Tapi ya, nggak semua orang bisa langsung paham. Kadang sikap damai ini justru dianggap “kurang tegas” oleh mereka yang masih kebawa emosi negatif.
Padahal, damai bukan berarti lemah. Justru, orang yang damai itu punya kekuatan buat mengutamakan kepentingan bersama biar nggak ada yang dirugikan.
Dan biasanya, keputusan itu ujung-ujungnya berbuah manis, baik buat dirinya sendiri maupun orang lain.
Damai itu seperti duduk sore di beranda, ditemani angin sepoi-sepoi—nggak berisik, tapi bikin segalanya terasa pas.
6. Sedih

Ada hari-hari di mana semuanya terasa berat. Hati rasanya kosong, semangat hilang, bahkan untuk sekadar bangun dari tempat tidur saja rasanya kayak butuh perjuangan. Inilah momen ketika kita sedang berada dalam emosi sedih.
Secara ilmiah, kesedihan bisa muncul karena kadar dopamin dan serotonin, dua zat kimia otak yang biasanya bikin kita bahagia, lagi rendah. Itu sebabnya kita jadi gampang putus asa, kecewa, atau kehilangan energi, Geng.
Orang yang sedang sedih biasanya juga terlihat lebih pendiam, menarik diri dari lingkungan, atau kehilangan rasa percaya diri.
Tapi jangan buru-buru menganggap sedih itu musuh. Meski sering dilabeli “emosi negatif,” nyatanya kesedihan punya sisi bermanfaat.
Ia bisa bikin kita lebih jujur sama diri sendiri, menilai sesuatu dengan lebih dalam, bahkan memperkuat hubungan dengan orang-orang terdekat.
Karena saat kita sedih, biasanya kita butuh tempat bersandar dan dari situlah keintiman dengan orang lain bisa tumbuh.
Jadi, sedih itu bukan akhir. Ia hanyalah jeda yang mengingatkan kita bahwa manusiawi banget kok kalau nggak selalu kuat.
Dan justru dari kesedihan itulah sering lahir motivasi baru untuk bangkit dan mencari kebahagiaan lagi.
Kenapa Penting Banget Mengenali Emosi?
Bayangin deh saat kalian lagi marah tapi nggak sadar. Tiba-tiba asal ngomel, dan boom! Hubungan sama teman kerja jadi awkward.
Nah, kalau kalian sudah sadar dulu bahwa “oh, aku lagi marah nih”, kalian bisa milih cara respons yang lebih sehat, Geng.
Intinya, dengan mengenali jenis-jenis emosi manusia tuh bikin kita:
- Lebih paham diri sendiri.
- Lebih gampang atur respons kita.
- Sehat mental (dan bahkan fisik).
- Lebih bijak dalam berhubungan dengan orang lain.
Orang yang cerdas emosi biasanya lebih sukses. Bukan karena hidup mereka mulus, tapi karena mereka tahu kapan harus ngerem, kapan harus ngegas, dan kapan harus berhenti dulu buat ngopi.
Belajar Kenal Diri Lewat Emosi
Pada akhirnya, jenis-jenis emosi manusia tuh bukan musuh, apalagi beban. Emosi itu kompas. Dia menunjukkan arah ke siapa kita sebenarnya.
Jadi, kalau suatu hari kalian merasa marah, takut, atau sedih, jangan buru-buru bilang “ah, ini lemah banget sih aku”. Nggak. Itu cuma tanda kalian manusia.
Kuncinya adalah kenali, pahami, dan kelola emosi yang muncul.
Karena dengan belajar memahami pengenalan emosi, apa itu emosi, fungsi emosi, dan jenis-jenis emosi manusia, kita sebenarnya sedang belajar memahami diri sendiri. Dan percayalah, itu investasi terbaik dalam hidup kalian, Geng.
Sumber Referensi:
- Cohen, I. S., (2020). How to manage your anger. Psychology Today. Diambil dari https://www.psychologytoday.com/us/blog/your-emotional-meter/202002/how-manage-your-anger
- Pawestri, H. S., (2023). Proses Munculnya Rasa Takut dan Cara Mengatasinya. Diambil dari https://hellosehat.com/mental/takut/
- Katyusha, W., (2025). 8 Emosi Positif dalam Diri Selain Rasa Bahagia. Diambil dari https://hellosehat.com/mental/emosi-positif/